Jarum jam telah menunjukkan pukul
setengah 7 pagi. Sinar matahari menerpa melalui sela jendela yang dibuka ibu
ketika masih subuh. Tubuhnya masih menggeliat di atas kasur berseprei abu-abu
yang kusut karena tidur. Kicauan burung gereja beradu kencang dengan suara
alarm yang tak berhenti berbunyi. Hembusan angin pagi tak juga bisa
membangunkan Joe sampai ketika ibu masuk dan membangunkannya untuk kesekian
kali.
Panggilan
pertama tak terjawab dan ibu tinggalkan menuju dapur. Beberapa lembar roti terambil,
diolesi dengan mentega, coklat meses, keju parut, susu kental manis dan siap
dimasukkan ke pemanggang. Setelah roti siap di meja makan, ia kembali ke
ruangan itu dan masih sama, tidak ada jawaban. Suara decit termos tanda air
mendidih seakan memekakan telinga. Dengan sigap jemari mulus itu memutar knop
kompor ke arah angka 0. Dituangkannya air mendidih kedalam gelas tinggi
berwarna oranye yang telah berisi gula pasir beserta sekantung teh celup merk
terkenal. Diaduk perlahan menghasilkan
air berwarna kecoklatan dengan rasa manis namun kelat.
“Cepat
bangun!” diguncangkannya badan anak itu sampai dia tidak lagi memejamkan mata. Ditariknya
selimut lalu dilipat dan ditaruh diujung tempat tidur. Jendela dibuka lebih
lebar lagi, hordeng tergeser agar sinar terik matahari dapat langsung
menyinari. Berhasil. Joe mengusap mata yang silau terkena sinar, lalu duduk di
tepi tempat tidur sambil menggeliat seperti ulat. Diliriknya jam beker di
samping bantal. Dengan cepat dia berlari mengambil handuk dan masuk ke kamar
mandi.
Ibu
masuk dengan membawa pakaian tergantung di hanger. Joe keluar dari kamar mandi,
memakai pakaian dalam, mengambil pakaian tergantung itu dan memakainya. Kemeja
putih pendek bertuliskan nama, Imanuel Joe Feroly. Sepan biru pendek sepadan dengan dasi biru.
Kaos kaki putih pendek terpasang satu paket dengan sepatu hitam bertali merk
Ripcurl. Tangan gagah dengan jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan
kiri menarik benda hitam yang berisikan papan ujian dan alat tulis. Tdak lupa
handphone yang diseret masuk ke dalam saku celana. Ia pergi dengan meninggalkan
bau parfum yang semerbak mengisi ruangan. Parfum yang khas.
Televisi layar 32 inchi dan sofa
nyaman di depan kamarnya terlewati. Kini ia berjalan menuju meja makan yang
tersedia roti panggang dan teh. Tak sedikit pun ia menoleh kesana, namun ketika
kaki hampir melewati batas pintu ia berbalik. Dicomotnya 2 roti panggang
setelah tegukan terakhir dari gelas yang berisi teh manis. Klakson mobil
nyaring memanggil Joe untuk segera pergi.
Asap knalpot tertinggal di halaman
rumah, suara mobil jauh meninggalkan pintu gerbang. Lantunan musik jazz
berbanding terbalik dengan kecepatan mobil yang di bawa ayah Joe, mencapai 80
km/jam. Roti keju di pangkuan Joe sedikit demi sedikit berkurang. Kecepatan
mobil tak mengganggu ritual makan paginya karna telah terbiasa menyantap di
dalam mobil.
Percakapan kecil namun penting
bersuara di kesunyian. Apakah Joe sudah siap? Apakah semua peralatan sudah
dibawa? Bagaimana dengan nomor? Joe harus tenang. Ditariknya napas dalam-dalam,
lalu dihembuskan perlahan dari mulut. Antara yakin dan tidak, yang pasti dia
sudah berusaha sekuat tenaga. Semoga semua yang telah dipelajari tidak pergi
dari otaknya. Keramaian sudah terlihat di sisi kiri jalan. Ayah membelokkan
mobil dan masuk ke area SMA 3 Bandung.
Joe masih terdiam di dalam mobil
sambil membenarkan pakaian, rambut dan kembali menarik napas lalu dihembuskan.
Ayah menoleh dan mematikan mesin mobil. Mereka turun bersamaan. Mata joe ke
kanan dan ke kiri memandangi lingkungan sekolah itu. Mobil-mobil mewah berjejer
rapi di parkiran depan, siswa-siswi hilir mudik mencari ruangan. Ada yang masih
bersama orang tua, membaca buku sambil berjalan, menyantap sarapan pagi di
taman, cekikikan bersama teman dan masih banyak lagi. Beragam jenis, tipe dan
tindakan yang bergabung menjadi 1 di lingkungan sekolah ini.
Joe kembali menarik napas saat
melihat segerombolan teman satu sekolahnya. Disentuhkannya tangan ayah ke
hidung seraya meminta doa dan restu agar bisa menjawab soal dengan baik dan benar. Ayah
mengelus ubun-ubun kepala anak lelakinya dan mengucapkan kata-kata yang membuat
hati Joe tenang. Ia kembali ke belakang kemudi dan pergi ketika pundak anaknya
mulai menghilang dari pandangan.
Tubuh atletisnya berjalan tenang
namun tidak berarti hatinya ikut melakukan itu. Pikiran yang sebenarnya
berantakan dan tegang ditutupi dengan sebuah senyuman serta keenjoyan ketika
kaki semakin mendekatkan diri dengan kumpulan siswa yang sedari tadi berkerumun
disekitar pohon beringin.
Komat kamit kata per kata, kalimat
per kalimat terucap oleh bibir mungil gadis di depan tangga. Penampilannya
menarik. Jilbab putih terpasang rapi di kepala dan terurai indah di pundaknya.
Terlihat membaca buku yang terkesan sering dibuka. Kacamata tersangga tegak di
hidung yang membantu penglihatannya lebih jelas. Posisi duduk Joe berubah
dengan sendirinya ketika melihat keindahan wajah yang dimiliki oleh seseorang
disana. Buku catatan terbuka tanpa dilirik
lagi hanya sentuhan kecil yang dapat menandakan bahwa dia masih mempunyai
nafas.
“Cel coba liat cewek di depan sana!
Aku pasti bisa dapetin dia” ucapnya kepada Marcel yang sibuk menghapal
disampingnya.
“Yang mana? Emang kenal? Jangan sampe gak dapet aja tu cewek, Joe”
jawab Marcel seperti merendahkan.
3 jam kemudian Joe sudah ada di kantin
SMA 3 Bandung. dan tentu bersama teman-teman yang tadi pagi berkumpul
bersamanya. Sejumlah soal ternyata membuatnya mual. Makan adalah satu-satunya
cara agar isi perut itu tidak keluar. Tangan Joe menyalurkan makanan dari
piring ke mulut. Mulut tetap bekerja sesuai tugas. Namun sepasang matanya
memperhatikan sekeliling yang masih asing. Belum juga menemukan. Mata itu terus
saja berkeliaran mencari sosok yang tadi pagi telah membuat tubuhnnya kaku. Tapi
itu tidak berhasil.
2 hari berselang, Joe menjerit
kencang menggetarkan dinding kamar. Jika saja hidup, barang – barang di kamar
itu mungkin telah berhamburan keluar menyelamatkan diri dari serangan suara
yang nyaring. Dengan bangga dia menunjukkan nama yang terpampang di layar
monitor kepada ayah dan ibunya. IMANUEL JOE FEROLY NOMOR PESERTA 512 LULUS
TAHAP PERTAMA. Ayah dan ibu bangga, Joe sangat senang. Bukan hanya karena ia
bisa lulus di sekolah favorit tetapi ia sangat berharap janji ayahnya akan
ditepati.
Tiba-tiba saja Joe teringat akan
gadis di pagi hari itu. Dia memeriksa seluruh peserta yang lulus. Namun untuk
apa dia melakukan itu? Apakah Joe tahu namanya? Tidak. Keinginan yang sangat
membara, semoga masih bisa bertemu dengan perempuan itu.
Tes tahap kedua sudah terlewati.
Begitu juga dengan tahap ketiga. Sampai tahap terakhir Joe dapat
menyelesaikannya. Namun satu yang masih mengganjal hati. Dimana perempuan itu?
Apakah dia juga lulus disini? Apakah Joe masih bisa bertemu dengannya? Terlalu
banyak pertanyaan yang berhubungan dengan dia. Itulah yang namanya, jatuh
cinta.
Masa Orientasi Sekolah dimulai. Joe
masih penasaran dengan anak itu. Namun sepertinya sudah bersikap pasrah bahwa
dia tidak akan bertemu lagi. 1 bulan setelah itu, acara khusus anak kelas 1.
Seluruhnya terlibat. Orang tua turut diundang. Awalnya Joe berniat
memperkenalkan seseorang itu kepada orang tuanya, namun itu tidak akan terjadi
karena sampe sekarang pun ia belum juga bertemu. Joe sudah pasrah.
Masa awal sekolah sangat ia nikmati.
Bertemu banyak teman baru dengan lingkungan yang berbeda. Kini Joe bukan lagi
siswa putih-biru SMP Labshcool namun sudah menjadi siswa SMA 3 Bandung. Suatu
hari Joe melihat anak berjalan dari gerbang samping menuju kantin. Sekilas dari
belakang ia mengenali sosok itu. Dan ketika dilihat dari depan memang benar,
penampilannya tidak dipungkiri lagi persis sama dengan gadis yang dilihatnya
ketika tes. Apakah ini mimpi di siang bolong? Tidak. Ini nyata. Joe memang
melihat bidadari yang selama ini ia cari. Sungguh mengejutkan dapat bertemu
untuk kedua kalinya.
“Eh, itu siapa sih? Kok aku baru
pertama kali ngeliat dia ya?”pertanyaan itu keluar dari mulut Joe.
“Oh itu Angelica Kirana. Anak kelas
X.1” timbal salah satu anak yang memamerkan deretan behel di gigi ketika Angel
melintas di depan mereka.
Tentu saja Joe tidak pernah
melihatnya. Pertama, Joe jarang sekali keluar kelas. Kedua, anak kelas X.1 itu
kerjaannya belajar terus jadi jarang juga keluar kelas. Sejak saat itu dia
mengetahui namanya. Dan sejak saat itu juga dia mulai rajin mencari informasi
mengenai Angel. Tetapi, jika bertemu langsung dia sangat malu. Apakah Angel
tahu bahwa selama ini ada anak yang selalu memperhatikannya?
Teman-teman Joe mulai curiga. Selama
ini dia sellau mencari informasi mengenai Angel, tapi ketika ditanya tidak
pernah ingin memberitahu tujuannya. Teman dekatnya mulai geram, suatu hari Joe
diinterogasi sampai akhirnya dia mengakui bahwa dia menyukai Angelica Kirana.
Setiap hari Joe diejek habis-habisan. Maklum teman yang jatuh cinta. Mereka pun
berniat untuk membantu mendekatkan Joe dan Angel.
Pagi itu di kelas X.1, Hanna
mengatakan bahwa ada cowok yang meminta nomornya. Dan itu Imanuel Joe Feroly.
Angel terkejut. Dia tidak pernah mendengar nama itu, apalagi mengenalnya. Dia
tidak suka. Kalau saja dia memang maenginginkannya, dia harus memintanya
sendiri. Berhari-hari Hanna menanyakan hal itu, namun Angel tetap saja tidak
mau. Dia tidak suka dengan orang itu. Beberapa minggu setelah itu, Hanna
menyerah.
Di sore hari yang cerah, Angel
sedang santai di ruang tamu. Ditemani oleh headset yang tergantung di
telinganya. Cemilan tertempel di samping tangannya. Dan novel yang terbuka
dipangkuannya. Tiba-tiba saja seseorang di luar sana mengetuk pintu. Dan ketika
di buka, ternyata itu bukan mas-mas yang ingin menawarkan panci. Bukan juga penjual
eskrim langganannya. Tapi, seseorang itu adalah Joe. Joe nekat datang ke rumah
Angel untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar menyukai Angel. Tapi apa yang
dilakukan Joe?
Petikan merdu senar gitar dengan
lagu yang romantis dimainkan oleh Joe. Kata-kata yang seolah menggambarkan
perasaan hati sejatinya sangat jujur. Angel diam terpaku di depan pintu dengan
mendengarkan persembahan Joe. Sungguh romantis. Setelah lagu selesai dimainkan,
Joe mengeluarkan sesuatu dari balik pot bunga yang disembunyikannya sebelum
mengetuk pintu. Tadaaa, sebuah boneka yang lucu kini ada ditangan Angel. Angel
begitu senang.
Di sekolah, lagi-lagi seorang teman
Joe nekat ke kelas Angel hanya untuk menanyakan nomor hpnya. Dia tidak ingin,
tetapi sejak kejadian kemarin sore Joe menyanyikan lagu untuknya, membuat hati
Angel mulai merasakan getaran. Akhirnya dengan senang hati Angel memberikan nomor
hp.
Kedekatan mulai terlihat setelah
mereka sudah saling mengenal. Pesan demi pesan yang tercipta dari benda canggih
bernama hp, menimbulkan percakapan yang membawa mereka semakin intim. Joe tidak
malu lagi mengatakan perasaannya sejujurnya kepada Angel. Namun tidak dengan
Angel, meskipun dia sudah mulai menyukai Joe, tapi dia masih ingin melihat
kesungguhan yang dilakukan Joe.
Berbulan-bulan mereka seperti ini,
sampai akhirnya Joe mengungkapkan keinginnannya kepada Angel melalui pesan.
Namun Angel menginginkan kesungguhan Joe. Akhirnya ketika pulang sekolah,
dengan sabar namun gugup, Joe menunggu Angel pulang di parkiran. Ketika pundak
pujaan mulai terlihat Joe bersiap. Semakin dekat dan akhirnya Joe memberanikan
diri untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung di depan Angel. Dengan
percaya diri dia mengatakan, apakah kamu mau menjadi pasanganku? Dan dengan
tulus Angel pun menjawab, iya. Dan sejak saat itu, keinginan dan penantian Joe
akhirnya menjadi kenyataan. Orang-orang di sekitar, bersorak kuat mengejek
mereka berdua. Tentu saja malu namun bahagia. Hari ini adalah hari yang sangat
dinantikan oleh Joe dan itu berhasil. Dia telah menemukan yang selama ini
dicari. Dan mendapatkan yang selama ini diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar