JellyPages.com

15 April 2013

seni budaya buat ceyi._.



Dikisahkan, Tan Bun An seorang bangsawan Tiongkok mengarungi samudera dalam kegiatannya berdagang. Kemudian ia singgah di sebuah negeri yang dikenal dengan nama Palembang. Setelah beberapa hari Tan Bun An ini berada di Palembang, ia berkenalan dengan Siti Fatimah, gadis asli Palembang yang cantik nan menawan.

Perkenalannya berlanjut dengan cinta sehingga Tan Bun An berniat memperistri Siti Fatimah. Namun, ia harus pulang terlebih dahulu ke negerinya untuk mengabarkan keinginannya kepada keluarga besarnya. Beberapa bulan kemudian, Tan Bun An dengan beberapa armada kapal laut dan dikawal beberapa prajurit asal negerinya kembali berlayar ke Palembang. Dia sampai dengan selamat dan langsung menuju ke kediaman Siti Fatimah yang dijaga ketat para punggawa kerajaan. Singkat cerita, keduanya menikah dengan perayaan meriah.

Tiba-tiba, hati raja dan permaisuri gelisah ketika mendengar putri mereka akan diboyong ke negeri Tiongkok guna diperkenalkan Tan Bun An kepada keluarga besarnya. Semula sang raja dan permaisuri dengan berat hati melepaskan kepergian anaknya untuk berlayar menempuh samudera yang luas. Namun, dengan bijaksana sang raja dan permaisuri pun melepaskan anaknya pergi ke Tiongkok setelah mendengar Tan Bun An berjanji akan menjaga Siti Fatimah seperti menjaga nyawanya sendiri. Tan Bun An berjanji akan membawa kembali Siti Fatimah ke Palembang setelah enam purnama.

Tan Bun An ternyata bukan seorang bangsawan yang tidak menepati janji. Ketika waktu enam purnama tiba, ia langsung menceritakan janjinya kepada ayah dan ibunya untuk kembali ke negeri Palembang. Keinginan Tan Bun An direstui keluarganya. Bahkan, Tan Bun An dibawakan emas yang akan dipersembahkan ke negeri Palembang.

Hari demi hari, sampailah armada perahu layar Tan Bun An di Sungai Musi. Saking senangnya, Tan Bun An minta diperlihatkan upeti yang akan dipersembahkannya kepada sang Raja Negeri Palembang. Betapa kecewanya Tan Bun An setelah melihat upeti emas yang dimasukkan dalam kotak-kotak kayu itu berisi sayuran. Tan Bun An merasa malu jika sampai ketahuan upetinya hanya berupa sayuran. Maka, dengan emosi, dibuangnyalah peti-peti itu ke sungai. Ternyata, dalam peti-peti itu memang ada emas yang dicampurkan dengan sayur supaya terhindar dari para perompak. Karena menyesal, akhirnya Tan Bun An beserta Siti Fatimah dan armada kapalnya menenggelamkan diri di alur Sungai Musi. Bangkai kapal dan muatannya yang tenggelam itu akhirnya menjadi onggokan tanah yang sekarang kita kenal sebagai Pulau Kemarau.













Tan bun an      :  hayya ! bagusnyo tempat ini ma , rasanyo pengen nginep di sini    aa(sambil    
   memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri)
Prajurit            :  ayo lohay kita harus pergi sekarang untuk mencari tempat tedok kareno
La nak malam (sambil merunduk di depan tuan tan bun an
dengan rasa hormat

setelah berapa hari tan bun an berada di negeri Palembang. Ia berkenalan dengan Siti Fatimah, gadis asli Palembang yang cantik dan menawan

Tan bun an                  : hey cewek cantik siapo nian namo kau ni?(mendekati sang
                         gadis dgn perlahan)
Siti Fatimah                 : ohh (terkejut) siapo kau cak nyo bru kali ini aku nyingok kau disini?
Tan Bun an                  : aku Tam bun an, aku memang bukan uwong negeri sini, aku ni
  uwong tiongkok yang sengajo mamper ke tempat ini.
Siti Fatimah                 : oh kalo cak itu kenalke aku siti fatimah asli dari negeri ini (tersenyum manis kepada tan bun an)
Tan bun an                  : bagus nian namo kau Fatimah, nah Fatima aku nk pegi dulu,                     mokasih untuk kenalan nyo semoga b kito biso ketemu lg laen waktu (pergi meninggalkan Fatimah)

perkenalannya berlanjut dengan cinta sehingga tan bun an berniat ntuk memperistri Siti Fatimah. Namun ia hurus pulang terlebih dahulu untuk mengabarkan keinginnannya kepada keluarga besarnya.

Tan bun an                   : ayah, ak nk nyampeke kabar bagus na pak (menatap serius kepada orang tuanya).
ayah tan bun an          : ohh(terkejut) kabar bagus ap nian nak yang kau maksud?
Tan bun an                  : pak, sebenernyo ak punyo niat nk ngawenke gades negri seberang it na pak
Ibu tan bun an            : demiapo?(Dengan hati yang gembiira)
Ayah tan bun an          : cubo ceritoke dulu ap yang terjadi ni
Tan bun an                  : demikamu la buk, cak ini na pak e pas ak mamper k negri palembang, ak tu betemu dengen gades cantikkkkk nian aku ngeser nai sm dio, ak nk nyadike dio bini ak pak
Ibu tan bun an            : ohysdh kalo kau nk cak it, kami terserah sm kau b ap kendak kau kami toroti b
           
Ayah tan bun an         : bener nian emang kato ibuk kau tu, kawenkelah dio kalo kau galak (mengelus kepala anaknya)
Tan bun an                  : mokasih bapak ibuk lah ngebolehke ak kawen sm dio(bersujud dan pergi meninggalkan ayah daan ibunya).

Beberapa bulan kemudian, Tan bun an dengan beberapa armada kapal laut dan di kawal dari beberapa prajuritnya kembali berlayar ke negeri Palembang. Dia sampai dengan selamat di negeri inni dan langsung menuju ke kediaman Siti Fatimah yng di jaga ketat oleh punggawa kerajaan. Singkat cerita mereka berdua menikah dengan perayaan yang meriah.

Siti Fatimah                : tau dk koko tu ak sneng nian nepati janji nk ngawenke ak tu (tersenyum dan menatap bahagia suaminya)
Tan bun an                  : iyo dindo ak jg seneng kalo kau seneng.sebenernyo ak nk ngajak kau k negri ak untk nemui bapak sm ibuk ak, kau galak dk ekot sm ak?
Siti Fatimah                 : iy koko ak galk ekot sm koko k negri ny koko, payokla kito mintak izin k tmpt ayah sm ibuk dindo dulu ye(pergi menemui ayah dan ibu siti Fatimah)
Ketika sampai di kerajaan ayah fatimah
Tan bun an                  : ayah sebenernyo ak kesini ni untuk mintak izin sm ayah nk ngajak calon bini ak k tempat asal ak di tiongkok, untuk ngenalke dio sm bapak ibuk ak dsno, kirokiro boleh dk yah?

tiba-tiba, hati raja dan permaisuri gelisah mendengar putrid mereka akan dibawa ke negeri tiongkok guna memeperkenalkan tan bun an pada keluarga besarnya.



Tan bun an                  : aku berjanji apabila ayah dan ibu bersenag hati memberikan izin
padaku, aku akan berjanji menjaga istriku siti Fatimah anakmu seperti menjaga nyawaku sendiri selama kami berada di sana.

Semula raja dan permaisuri dengan berat hati melepaskan anaknya pergi berlayar menempuh samudra yang luas. Namun, dengan bijaksana sang raja dan permaisuripun rela melepaskan anak mereka pergi ke tiongko setelah mendengar janji tan bun an untuk menjaga Siti Fatimah seperti nyawanya sendiri. Tan bun an berjanji akan membawa kembali Siti Fatimah ke Palembang setelah enam purnama.

Raja                             : okelah kalu cak it, tp kau harus nepati janji kau
Permaisuri                  : jago anak ak tu jngn kau biarke b, awas kau men anak ak ilang!
Tan bun an                  : iyo ayah ibuk, tenang b biso d aturr

Tan bun an bukan seorang bangsawan yang tidak menepati janji. Ketika waktu enam purnama tiba iya menceritakan janjinya kepada ayah dan ibunya untuk kembali ke negeri Palembang.

Tan bun an                  : bapak ibuk enam purnama sdh ak dsini, ini waktu ny ak balek k palembang
Ayah                            : demiapo cepet nian kau balek nyo, ysdhla dkpp, jago bini kau tu, ayah netep salam b sm ayah sm ibuk ny fatimah jngn dk kau salami
Ibu                               : ohysdh tan bun an, jago b bini kau tu, nah emas untk kau bawak balek ksano
Tan bun an                  : iyoiyo pak ibuk, mokasih la ngizinke ak balek

            Akhirnya keinginan tan bun an di restui keluarganya. Bahkan tanbun an di bawakan emas yang akan di persembahkan ke negeri Palembang. Tan bun an bersama siti fatimah pun berlayar untuk kembali ke palembang.
Tan bun an                  : sedenget lagi kito bakalan betemu dengan ayah samo ibok mu dindo.
Siti Fatimah                 : iyo koko
Tan bun an                  : oyo prajurit cubo cubo tolong bukake peti itu, aku pngen nyingoknyo.
Prajurit                        : iyo tuan. ( sambil membukakkan peti tsb )
Tan bun an                  : (terkejut)



Hari demi hari. Sampailah armada perahu layar ke sungai musi. Saking senangnya. Tan bun an minta di perlihatkan upetinya yang akan di persembahkannya kepada raja negeri Palembang. Betapa kecewanya tan bun an setelah melihat upeti emasnya yang dimasukan dalam kotak kayu itu berisi sayuran. Tan bun an merasa malu jika sampai ketahuan upetinya hanya berupa sayuran. Maka dengan emosi, di buangnya peti-peti itu ke sungai. Ternyata dalam peti itu memang ada emas yang di campur denag sayuran supaya terhindar dari para perompak. Karena menyesal, akhirnya tan bun an beserta siti Fatimah dan armada kapalnya menenggelamkan diri di alur sungai musi. Bangkai kapal dan muatannya yang tenggela itu akhirnya menjadi onggokan tanah yang sekarang kita kenal sebagai pulau kemarau.

12 April 2013

SEBERSIT RASA TERPANCAR


Jarum jam telah menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Sinar matahari menerpa melalui sela jendela yang dibuka ibu ketika masih subuh. Tubuhnya masih menggeliat di atas kasur berseprei abu-abu yang kusut karena tidur. Kicauan burung gereja beradu kencang dengan suara alarm yang tak berhenti berbunyi. Hembusan angin pagi tak juga bisa membangunkan Joe sampai ketika ibu masuk dan membangunkannya untuk kesekian kali.
Panggilan pertama tak terjawab dan ibu tinggalkan menuju dapur. Beberapa lembar roti terambil, diolesi dengan mentega, coklat meses, keju parut, susu kental manis dan siap dimasukkan ke pemanggang. Setelah roti siap di meja makan, ia kembali ke ruangan itu dan masih sama, tidak ada jawaban. Suara decit termos tanda air mendidih seakan memekakan telinga. Dengan sigap jemari mulus itu memutar knop kompor ke arah angka 0. Dituangkannya air mendidih kedalam gelas tinggi berwarna oranye yang telah berisi gula pasir beserta sekantung teh celup merk terkenal. Diaduk perlahan  menghasilkan air berwarna kecoklatan dengan rasa manis namun kelat.
“Cepat bangun!” diguncangkannya badan anak itu sampai dia tidak lagi memejamkan mata. Ditariknya selimut lalu dilipat dan ditaruh diujung tempat tidur. Jendela dibuka lebih lebar lagi, hordeng tergeser agar sinar terik matahari dapat langsung menyinari. Berhasil. Joe mengusap mata yang silau terkena sinar, lalu duduk di tepi tempat tidur sambil menggeliat seperti ulat. Diliriknya jam beker di samping bantal. Dengan cepat dia berlari mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
Ibu masuk dengan membawa pakaian tergantung di hanger. Joe keluar dari kamar mandi, memakai pakaian dalam, mengambil pakaian tergantung itu dan memakainya. Kemeja putih pendek bertuliskan nama, Imanuel Joe Feroly.  Sepan biru pendek sepadan dengan dasi biru. Kaos kaki putih pendek terpasang satu paket dengan sepatu hitam bertali merk Ripcurl. Tangan gagah dengan jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan kiri menarik benda hitam yang berisikan papan ujian dan alat tulis. Tdak lupa handphone yang diseret masuk ke dalam saku celana. Ia pergi dengan meninggalkan bau parfum yang semerbak mengisi ruangan. Parfum yang khas.
            Televisi layar 32 inchi dan sofa nyaman di depan kamarnya terlewati. Kini ia berjalan menuju meja makan yang tersedia roti panggang dan teh. Tak sedikit pun ia menoleh kesana, namun ketika kaki hampir melewati batas pintu ia berbalik. Dicomotnya 2 roti panggang setelah tegukan terakhir dari gelas yang berisi teh manis. Klakson mobil nyaring memanggil Joe untuk segera pergi.
            Asap knalpot tertinggal di halaman rumah, suara mobil jauh meninggalkan pintu gerbang. Lantunan musik jazz berbanding terbalik dengan kecepatan mobil yang di bawa ayah Joe, mencapai 80 km/jam. Roti keju di pangkuan Joe sedikit demi sedikit berkurang. Kecepatan mobil tak mengganggu ritual makan paginya karna telah terbiasa menyantap di dalam mobil.
            Percakapan kecil namun penting bersuara di kesunyian. Apakah Joe sudah siap? Apakah semua peralatan sudah dibawa? Bagaimana dengan nomor? Joe harus tenang. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan dari mulut. Antara yakin dan tidak, yang pasti dia sudah berusaha sekuat tenaga. Semoga semua yang telah dipelajari tidak pergi dari otaknya. Keramaian sudah terlihat di sisi kiri jalan. Ayah membelokkan mobil dan masuk ke area SMA 3 Bandung.

            Joe masih terdiam di dalam mobil sambil membenarkan pakaian, rambut dan kembali menarik napas lalu dihembuskan. Ayah menoleh dan mematikan mesin mobil. Mereka turun bersamaan. Mata joe ke kanan dan ke kiri memandangi lingkungan sekolah itu. Mobil-mobil mewah berjejer rapi di parkiran depan, siswa-siswi hilir mudik mencari ruangan. Ada yang masih bersama orang tua, membaca buku sambil berjalan, menyantap sarapan pagi di taman, cekikikan bersama teman dan masih banyak lagi. Beragam jenis, tipe dan tindakan yang bergabung menjadi 1 di lingkungan sekolah ini.
            Joe kembali menarik napas saat melihat segerombolan teman satu sekolahnya. Disentuhkannya tangan ayah ke hidung seraya meminta doa dan restu agar  bisa menjawab soal dengan baik dan benar. Ayah mengelus ubun-ubun kepala anak lelakinya dan mengucapkan kata-kata yang membuat hati Joe tenang. Ia kembali ke belakang kemudi dan pergi ketika pundak anaknya mulai menghilang dari pandangan.
            Tubuh atletisnya berjalan tenang namun tidak berarti hatinya ikut melakukan itu. Pikiran yang sebenarnya berantakan dan tegang ditutupi dengan sebuah senyuman serta keenjoyan ketika kaki semakin mendekatkan diri dengan kumpulan siswa yang sedari tadi berkerumun disekitar pohon beringin.
            Komat kamit kata per kata, kalimat per kalimat terucap oleh bibir mungil gadis di depan tangga. Penampilannya menarik. Jilbab putih terpasang rapi di kepala dan terurai indah di pundaknya. Terlihat membaca buku yang terkesan sering dibuka. Kacamata tersangga tegak di hidung yang membantu penglihatannya lebih jelas. Posisi duduk Joe berubah dengan sendirinya ketika melihat keindahan wajah yang dimiliki oleh seseorang disana. Buku catatan  terbuka tanpa dilirik lagi hanya sentuhan kecil yang dapat menandakan bahwa dia masih mempunyai nafas.
            “Cel coba liat cewek di depan sana! Aku pasti bisa dapetin dia” ucapnya kepada Marcel yang sibuk menghapal disampingnya.
            “Yang mana? Emang kenal?  Jangan sampe gak dapet aja tu cewek, Joe” jawab Marcel seperti merendahkan.
            3 jam kemudian Joe sudah ada di kantin SMA 3 Bandung. dan tentu bersama teman-teman yang tadi pagi berkumpul bersamanya. Sejumlah soal ternyata membuatnya mual. Makan adalah satu-satunya cara agar isi perut itu tidak keluar. Tangan Joe menyalurkan makanan dari piring ke mulut. Mulut tetap bekerja sesuai tugas. Namun sepasang matanya memperhatikan sekeliling yang masih asing. Belum juga menemukan. Mata itu terus saja berkeliaran mencari sosok yang tadi pagi telah membuat tubuhnnya kaku. Tapi itu tidak berhasil.
            2 hari berselang, Joe menjerit kencang menggetarkan dinding kamar. Jika saja hidup, barang – barang di kamar itu mungkin telah berhamburan keluar menyelamatkan diri dari serangan suara yang nyaring. Dengan bangga dia menunjukkan nama yang terpampang di layar monitor kepada ayah dan ibunya. IMANUEL JOE FEROLY NOMOR PESERTA 512 LULUS TAHAP PERTAMA. Ayah dan ibu bangga, Joe sangat senang. Bukan hanya karena ia bisa lulus di sekolah favorit tetapi ia sangat berharap janji ayahnya akan ditepati.
            Tiba-tiba saja Joe teringat akan gadis di pagi hari itu. Dia memeriksa seluruh peserta yang lulus. Namun untuk apa dia melakukan itu? Apakah Joe tahu namanya? Tidak. Keinginan yang sangat membara, semoga masih bisa bertemu dengan perempuan itu.
            Tes tahap kedua sudah terlewati. Begitu juga dengan tahap ketiga. Sampai tahap terakhir Joe dapat menyelesaikannya. Namun satu yang masih mengganjal hati. Dimana perempuan itu? Apakah dia juga lulus disini? Apakah Joe masih bisa bertemu dengannya? Terlalu banyak pertanyaan yang berhubungan dengan dia. Itulah yang namanya, jatuh cinta.
            Masa Orientasi Sekolah dimulai. Joe masih penasaran dengan anak itu. Namun sepertinya sudah bersikap pasrah bahwa dia tidak akan bertemu lagi. 1 bulan setelah itu, acara khusus anak kelas 1. Seluruhnya terlibat. Orang tua turut diundang. Awalnya Joe berniat memperkenalkan seseorang itu kepada orang tuanya, namun itu tidak akan terjadi karena sampe sekarang pun ia belum juga bertemu. Joe sudah pasrah.
            Masa awal sekolah sangat ia nikmati. Bertemu banyak teman baru dengan lingkungan yang berbeda. Kini Joe bukan lagi siswa putih-biru SMP Labshcool namun sudah menjadi siswa SMA 3 Bandung. Suatu hari Joe melihat anak berjalan dari gerbang samping menuju kantin. Sekilas dari belakang ia mengenali sosok itu. Dan ketika dilihat dari depan memang benar, penampilannya tidak dipungkiri lagi persis sama dengan gadis yang dilihatnya ketika tes. Apakah ini mimpi di siang bolong? Tidak. Ini nyata. Joe memang melihat bidadari yang selama ini ia cari. Sungguh mengejutkan dapat bertemu untuk kedua kalinya.
            “Eh, itu siapa sih? Kok aku baru pertama kali ngeliat dia ya?”pertanyaan itu keluar dari mulut Joe.
            “Oh itu Angelica Kirana. Anak kelas X.1” timbal salah satu anak yang memamerkan deretan behel di gigi ketika Angel melintas di depan mereka.
            Tentu saja Joe tidak pernah melihatnya. Pertama, Joe jarang sekali keluar kelas. Kedua, anak kelas X.1 itu kerjaannya belajar terus jadi jarang juga keluar kelas. Sejak saat itu dia mengetahui namanya. Dan sejak saat itu juga dia mulai rajin mencari informasi mengenai Angel. Tetapi, jika bertemu langsung dia sangat malu. Apakah Angel tahu bahwa selama ini ada anak yang selalu memperhatikannya?
            Teman-teman Joe mulai curiga. Selama ini dia sellau mencari informasi mengenai Angel, tapi ketika ditanya tidak pernah ingin memberitahu tujuannya. Teman dekatnya mulai geram, suatu hari Joe diinterogasi sampai akhirnya dia mengakui bahwa dia menyukai Angelica Kirana. Setiap hari Joe diejek habis-habisan. Maklum teman yang jatuh cinta. Mereka pun berniat untuk membantu mendekatkan Joe dan Angel.
            Pagi itu di kelas X.1, Hanna mengatakan bahwa ada cowok yang meminta nomornya. Dan itu Imanuel Joe Feroly. Angel terkejut. Dia tidak pernah mendengar nama itu, apalagi mengenalnya. Dia tidak suka. Kalau saja dia memang maenginginkannya, dia harus memintanya sendiri. Berhari-hari Hanna menanyakan hal itu, namun Angel tetap saja tidak mau. Dia tidak suka dengan orang itu. Beberapa minggu setelah itu, Hanna menyerah.
            Di sore hari yang cerah, Angel sedang santai di ruang tamu. Ditemani oleh headset yang tergantung di telinganya. Cemilan tertempel di samping tangannya. Dan novel yang terbuka dipangkuannya. Tiba-tiba saja seseorang di luar sana mengetuk pintu. Dan ketika di buka, ternyata itu bukan mas-mas yang ingin menawarkan panci. Bukan juga penjual eskrim langganannya. Tapi, seseorang itu adalah Joe. Joe nekat datang ke rumah Angel untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar menyukai Angel. Tapi apa yang dilakukan Joe?
            Petikan merdu senar gitar dengan lagu yang romantis dimainkan oleh Joe. Kata-kata yang seolah menggambarkan perasaan hati sejatinya sangat jujur. Angel diam terpaku di depan pintu dengan mendengarkan persembahan Joe. Sungguh romantis. Setelah lagu selesai dimainkan, Joe mengeluarkan sesuatu dari balik pot bunga yang disembunyikannya sebelum mengetuk pintu. Tadaaa, sebuah boneka yang lucu kini ada ditangan Angel. Angel begitu senang.
            Di sekolah, lagi-lagi seorang teman Joe nekat ke kelas Angel hanya untuk menanyakan nomor hpnya. Dia tidak ingin, tetapi sejak kejadian kemarin sore Joe menyanyikan lagu untuknya, membuat hati Angel mulai merasakan getaran. Akhirnya dengan senang hati Angel memberikan nomor hp.
            Kedekatan mulai terlihat setelah mereka sudah saling mengenal. Pesan demi pesan yang tercipta dari benda canggih bernama hp, menimbulkan percakapan yang membawa mereka semakin intim. Joe tidak malu lagi mengatakan perasaannya sejujurnya kepada Angel. Namun tidak dengan Angel, meskipun dia sudah mulai menyukai Joe, tapi dia masih ingin melihat kesungguhan yang dilakukan Joe.
            Berbulan-bulan mereka seperti ini, sampai akhirnya Joe mengungkapkan keinginnannya kepada Angel melalui pesan. Namun Angel menginginkan kesungguhan Joe. Akhirnya ketika pulang sekolah, dengan sabar namun gugup, Joe menunggu Angel pulang di parkiran. Ketika pundak pujaan mulai terlihat Joe bersiap. Semakin dekat dan akhirnya Joe memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung di depan Angel. Dengan percaya diri dia mengatakan, apakah kamu mau menjadi pasanganku? Dan dengan tulus Angel pun menjawab, iya. Dan sejak saat itu, keinginan dan penantian Joe akhirnya menjadi kenyataan. Orang-orang di sekitar, bersorak kuat mengejek mereka berdua. Tentu saja malu namun bahagia. Hari ini adalah hari yang sangat dinantikan oleh Joe dan itu berhasil. Dia telah menemukan yang selama ini dicari. Dan mendapatkan yang selama ini diinginkan.