Semua ini
bermula sejak saat itu, untuk pertama kalinya pandanganku tak terlepas darinya
tanpa sempat bibir menyapa dan tangan berkenalan. Hebatnya aku bisa mengetahui
semuanya. Entahlah tapi aku merasa menang. Saat itu juga mulai terdengar
desiran hati yang masih bimbang apa yang kurasakan. Aku menyukainya, untuk
pertama kalinya untukku merasakan getaran itu untuk seseorang yang baru
kukenal. Rasanya sungguh tidak mungkin. Tetapi, itulah yang terjadi. Aku
beranggapan untuk menghindar dan terus menghindarinya. Sampai suatu ketika,
kutemukan sebaris informasi dari sebuah media yang tertulis disana, bahwa dia,
seseorang yang mencuri perhatianku telah memilih seseorang untuk memilikinya.
Tanpa diperintahpun rasanya longsor datang secara tiba-tiba menghancurkan
segala yang dilewatinya. Hatiku. Ya, aku merasakaan patah hati untuk yang
pertama kalinya. Dan hal inilah yang memberi tahuku bahwa memang benar, cinta
lah yang telah datang padaku.
Tak seharusnya untuk masih memikirkan atau bahkan
mengharapkan dia yang sudah pergi atau bahkan tidak pernah datang untukku. Meski
ia pernah merespon dan menerima kedatanganku dan dia kembali pergi. Kucoba
jalani tahun-tahun selanjutnya tanpa menginginkan dia masih bermain di otakku.
Masih banyak orang-orang yang silih berganti datang menemaniku walaupun
berakhir sama. Mereka pergi. Namun setidaknya, mereka pergi dan sebelumnya
pernah datang untukku. Untuk pertama kalinya setelah ia pergi jauh, tidak
dia tidak pergi dariku tapi akulah yang berlari darinya. Untuk pertama kalinya,
ia datang menemuiku. Memang tidak secara fisik, namun hatinya yang tiba-tiba
saja datang. Mungkin selama ini, selama aku tak pernah melihat dirinya lagi,
perasaan yang aku pikir sudah pergi ternyata tidak pernah ingin melarikan diri.
Ia bersembunyi di sela-sela hati yang apabila datang seseorang di hatiku, yang
lalu orang itu menguasai hatiku. Mungkin ia takut untuk keluar atau memang ia
tidak ingin keluar. Atau bahkan aku yang tidak maksimal membawanya keluar. Aku
tidak tahu. Yang pasti, ketika dia datang dan tiba-tiba saja perasaan itu
muncul kembali ke permukaan hati. Dan sejak saat itulah aku merasa dia
benar-benar datang kembali untukku. Untuk menghapus kesalahanku yang terdahulu.
Namun, tidak butuh waktu lama. Aku pikir selama ini rasa itu selalu bersembunyi
di semak-semak hatiku. Dan selama itu juga banyak orang yang bermain di semak
itu. Dan membuat aku lupa akan perasaan yang dulu ada. Perasaan suka dariku
untuknya ternyata perlahan menguap dan aku pikir sudah saatnya untuk
menghentikan semua sebelum terlambat. Aku mengerti. Dan aku mulai membuka
kembali pintu perjalananku sampai akhirnya datang seseorang yang kupikir tepat
saat itu. Perjalanan waktu yang cukup lama untuk meyakinkanku membawa orang itu
masuk lebih jauh dalam hidupku. Tetapi, lama setelah itu juga aku mulai
mengetahui bahwa sebenarnya orang itu tidak tepat untukku. Aku telah mantap
mengatakan bahwa orang itu bukan untukku. Karena selama terlepas dari belenggu cinta dan kasih yang telah ia berikan, aku yakin dengan sangat
bahwa sebenarnya bukan orang yang aku butuhkan.
Kemudian si dia yang dahulu datang kembali.
Entah apa yang membuatku kembali memperhatikannya. Dan aku berhasil untuk
membawanya masuk terlalu jauh dalam diriku. Aku mencoba untuk membiarkannya
bermain sesukanya di halaman hidupku. akan tetapi, tak dapat kupungkiri
terkadang dia mencoba masuk dan bahkan memintaku untuk mengizinkkan masuk ke
dalam koridor hidup. Entah apa yang dia berikan padaku. Dia selalu berhasil
untuk menghipnotisku dan membuatku tidak bisa berkata tidak untuk menolak
apapun permintaannya. Memang, namun aku merasa bangga bahwa meskipun aku
membiarkannya masuk tetapi aku telah bisa mengawalnya untuk tidak masuk lebih
dalam. Ruang tamu kehidupanku rasanya sudah mulai penuh dengan tingkahnya.
Apapun tentang dirinya. Meski terkadang masih saja sekelibat cerita tentang
orang yang pernah ada. Tidak. Orang itu masih ada. Mungkin dia terperangkap di
ruang bawah tanah ketika menyimpan perasaan dan tidak tahu dimana pintu keluar.
Dia mulai akrab dengan kehidupannku dan aku mulai nyaman dengan kedatangannya. Terkadang
aku berpikir apakah memang ini saat yang tepat? Bagaimana tidak, dia lah yang
pertama kali membuatku merasakan apa yang belum pernah aku rasakan. Dia lah
yang pertama kali mengajarkanku tentang aku yang sebenarnya aku rasakan. Dan
dia lah orang pertama yang membuatku tahu dan merasa sakit atas akibat apa yang
aku rasakan terhadapnya. Sakit hati.
Tapi aku tak pernah berharap lebih. Dan
aku juga belum berani membawanya lebih dalam walau hanya untuk masuk ke ruang
tengah. Karena pada hari-hari tertentu, ia memintaku agar ia bisa bermasin
dengan orang-orang di sekitar. Atau sekedar hanya berjalan di taman untuk
mengenal orang lain. Dan juga tidak jarang dia pergi ke rumah orang dan
berhasil menginap disana. Dan saat itulah aku merasa sendiri. Rasanya rumah
kehidupanku sangatlah sepi tanpa kehadirannya. Dimana setiap apapun yang aku alami
dan aku jalani pastilah dia masuk dalam daftar Who Have To Know-ku. Ya, dia
selalu mendapat berita dariku. Apapun itu. Baik buruk ataupun baik. Dia selalu
menjadi pendengar setiaku. Aku bahagia sampai-sampai aku lupa kalau pada waktu
yang lama itu aku pernah kecewa karenanya. Tapi, rasanya tidak aku
permasalahkan. Apakah ini yang dinamakan Cinta Lama Bersemi Kembali? Oh tidak,
aku harus segera meluruskan ini. Dan benar saja. Rasa itu kembali lagi. Cinta
itu datang lagi. Aku bingung. Bukan bingung. Tapi aku memang tidak tahu apa
yang harus aku lakukan. Dan akhirnya aku termenung dalam diam sampai dia
berani untuk memulai. Telah selesai kami luruskan masalah itu. Tentang perasaan
itu. Yang ternyata tidak saja hanya aku yang merasakannya kembai, dia juga mendapatkan
perasaan yang sama, akunya padaku. Sempat membuatku terkejut, tapi aku berusaha
bersikap tenang tanpa menggubris masalah ini lebih panjang dan akhirnya akan
semakin rumit.
Suatu malam, ia meminta izin untu menginap di rumah kehidupan
milik orang lain. Tidak ada hak bagiku untuk melarangnya. Sampai ketika dia
mengaku senang bermain disana dan berjanji untuk lebih sering datang. Aku mulai
teriris, rasanya perih dan sakit. Memang tidak seperih goresan pisau ketika
mengupas buah. Namun sakitnya lebih dari jatuh terpeleset di lantai basah. Aku
semakin rancu. Memang sesekali dia masih bermain di ruang tamuku. Suatu hari
aku mengetahui yang sebenarnya. Bawa sebelum meminta untuk bermain di rumah
kehidupanku, ternyata dia lebih dulu bermain dirumah kehidupan orang itu. Aku
memang mengetahuinya tapi tidak sedalam itu. Bahkan sampai mengetahui bahwa dia
lebih nyaman bertandang ke ruang tamu orang itu dari pada milikku. Yang juga
dia sudah sempat bermain sampai ke ruang tengah disana. Aku mulai kecewa dan menyesal.
Memang seharusnya dahulu kututup rapat pintu kehidupan cintaku dan biarkan aja
dia bermain mengais bunga di halaman atau mengetuk-ketuk pintuku. Tapi tak
pantas meratapinya karena memang ruang itu terlanjur kotor dengan pijakan
sepatunya. Aku memang tidak mencoba mengusirnya pergi karena memang aku belum
siap untuk melihatnya pergi lagi. Untuk kesekian kalinya. Dan aku baru berusaha
mengerti akan keadaan yang mulai mengalir. Dia datang untuk yang pertama
kalinya. Kemudian pergi begitu saja tanpa mengajakku untuk merasakan keindahan.
Lalu bertandang sejenak untuk kemudian pergi lagi. Dan bermain sesekali ketika
aku sudah memiliki rumah kehidupan yang sesungguhnya. Tapi dia memilih rumah
kehidupan milik orang lain yang lebih pantas dariku mungkin. Untuk itu, untuk
kali ini dia pergi atas kehendaknya sendiri. Ntah karena tak ingin mengganggu
dan mengotori ruanganku lagi atau mungkin memang tidak ingin lagi melihatku.
Memang cukup mengagetkan tapi lagi-lagi aku mencoba mengerti keadaan. Dan
sekarang, aku sendiri tanpa dia datang bermain. Tiba-tiba aku teringat orang
yang tersesat itu, apakah dia sudah menemukan pintu keluarnya? Tunggu saja
sampai waktu yang menjawab.